deskripsi gambar
News Update :

Positivisme Auguste Comte serta Relevansinya Bagi Studi Agama untuk Resolusi Konflik dan Peacebuilding

Selasa, 27 Agustus 2013


Positivisme Auguste Comte serta Relevansinya
Bagi Studi Agama untuk Resolusi Konflik dan Peacebuilding[1]

     A.    Latar Belakang
Abad ke 19 merupakan abad yang sangat dipengaruhi oleh filsafat positivism, dan terutama pengaruh itu sangat terasa dibidang ilmu pengetahuan.[2]Oleh karena itu dalam filsafat Barat, orang sering menyatakan bahwa abad ke 19 merupakan “abad positivisme”, suatu abad yang sangat menentukan dari fikiran-fikiran ilmiah. Atau apa yang disebut ilmu pengetahuan modern. Kebenaran atau kenyataan filsafati dinilai dan diukur menurut nilai positivistiknya, sedang perhatian orang kepada filsafat, lebih ditekankan kepada segi-segi yang praktis bagi tingkah-laku dan perbuatan manusia. Orang tidak lagi menganggap penting tentang “dunia yang abstrak”.[3]
Pendiri aliran filsafat positivisme, Aguste Comte, telah menampilakan ajarannya yang sangat terkenal yaitu yang disebut hukum tiga tahap (law of three stages), Melalui hukum inilah ia menyatakan bahwa sejarah umat manusia, baik secara individual, maupun secara keseluruhan, telah berkembang menurut tiga tahap, yaitu tahap teologi atau fiktif, tahap metafisik atau abstrak, dan tahap positif atau ilmiah/riel. Secara eksplisit pula ia tekankan bahwa istilah “positif” suatu istilah yang ia jadikan nama bagi aliran filsafat yang dibentuknya sebagai sesuatu yang nyata, pasti, jelas, bermanfaat, serta sebagai lawan dari sesuatu yang negatif [4]. Oleh Aguste Comte pengertian “perkembangan’ yang merupakan proses dari berlangsungnya sejarah umat manusia, diberi isi dan arti yang “positif”, dalam arti suatu gerak yang menuju kearah tingkat yang lebih maju, baginya “perkembangan” itu merupakan penjabaran segala sesuatu sampai kepada objeknya yang tidak personal.[5]
Pada proses selanjutnya “positivism” Comte berpendapat bahwa hanya ilmu pengetahuanlah sebagai satu-satunya sumber, sebagai standar murni untuk mengukur segalanya, bukan teologi-metafisis dan bukan yang lainnya. Sumber pengetahuan yang hanya didapatkan melalui pengamatan dan pengalaman terhadap suatu objek yang nyata dan empirisistik. Dimana ia mempunyai mekanisme tersendiri dan instrument mandiri yang sedikit lebih membedakannya dengan metodologi aliran “empirisisme”. Comte juga perhatian dengan masalah-masalah kemasyarakatan dimana dari tangannya inilah muncul sebuah disiplin ilmu yang pada awalnya dikenal dengan istilah fisika sosial, telah berubah olehnya dengan istilah sosiologi. Namun yang lebih ekstrim, Comte mencuatkan pemikiran dengan mengusung religi baru, yang menyembah kemanusiaan sebagai the Great Being (le Grand etre). Dan berdasarkan beberapa hal tersebut, dalam makalah ini membahas gambaran pemikiran positivisme Auguste Comte sertarelevansinya bagi studi agama untuk resolusi konflik dan peacebuilding.

Selengkapnya dapat diakses di : In Progress...




[1] Makalah disampaikan pada mata kuliah : Filsafat Ilmu.
[2] Lihat, Koento Wibisono, Arti Perkembangan; Menurut Filsafat Positivisme Aguste Comte, (Yogyakarta: Gajahmada University Press, 1983), hlm. 1
[3] Ibid.,
[4] Aguste Comte, Het Positive Denken, judul asli: Discours sur I’esprit Positif (1844), terj. Henriet Plantega, pengantar dan catatan J.M.M de Valk. (Amsterdam: Boom Mepel, 1979), hlm. 92-94
[5] Koento Wibisono, Arti Perkembangan…, hlm. 2
Share this Article on :

0 komentar :

Posting Komentar

 

© Copyright Ceiist 2012 | Design by Herdiansyah Hamzah | Published by Borneo Templates | Modified by Haris Media .